1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
SosialIndonesia

"Kalau Kamu Menganggur, Pekerjaan Utama Kamu ya Cari Kerja"

Arti Ekawati
19 September 2023

Kakak beradik yang tinggal di Berlin ini terbilang sukses bekerja profesional di perusahaan otomotif bergengsi di Jerman. Salah satu tipsnya: Kalau kamu menganggur, kerjaan utama kamu adalah mencari kerja.

Atika Soekotjo (kiri) dan Adrian Soekotjo (kanan) di Berlin
Atika Soekotjo (kiri) dan Adrian Soekotjo (kanan) di BerlinFoto: Arti Ekawati/DW

Ada keakraban dan kehangatan terpancar dari interaksi kedua kakak beradik satu ini. Betapa tidak, saat ditemui di kediaman sang kakak di ibu kota Jerman, Berlin, keduanya terlihat saling menimpali. Wawancara dengan DW Indonesia seolah jadi percakapan ringan yang diselingi canda tawa.

Sang kakak, Atika Soekotjo, bekerja sebagai pengembang perangkat lunak atau software developer di salah satu perusahaan perangkat lunak otomotif di Berlin. Sebelumnya, ia juga pernah magang di salah satu lembaga riset kenamaan di kota yang sama. Sang adik, Adrian Soekotjo, yang usianya hanya setahun lebih muda, juga bekerja di perusahaan yang sama sebagai quality and support manager.

Seperti adik kakak pada umumnya, masa kecil mereka dipenuhi dengan "berantem karena hal sepele" seperti berebut remote control untuk televisi. Setelah dewasa, mereka akui bahwa didikan orang tua yang tidak pilih kasih justru membuat keduanya dekat dan saling melengkapi kekurangan masing-masing. Saling menjaga dan mendukung, ini yang mereka lakukan saat memutuskan tinggal di Jerman, jauh dari keluarga dan teman-teman.

Kepada DW Indonesia, Atika danAdrian Soekotjo berbagi kisah jatuh bangun saat mencari pekerjaan di salah satu negara ekonomi terkuat Eropa ini. Dari sempat merasa terdiskriminasi karena perbedaan bahasa, hingga harus mengirim ratusan lamaran ke berbagai perusahaan di saat menganggur. Berapa lamaran yang dikirim? Dan mengapa? Berikut kisah mereka.

DW Indonesia: Atika dan Adrian, sekarang kalian berdua terbilang sukses dengan pekerjaan yang relatif mapan. Bisa cerita masa-masa tersulit yang pernah dialami di Jerman?

Adrian Soekotjo: Masa paling susah adalah waktu terasa terisolasi dari keluarga dari teman dan dari safety nett intinya. Pertama kulturnya terpisah, kedua makanan yang terpisah, bahasanya terpisah, jadinya semuanya terasa seperti diisolasi. Jadi merasa sendirian.

Atika Soekotjo: Titik tersulit hidup di Jerman untuk saya adalah masa ketika saya harus operasi saat kuliah. Waktu itu kuliah saya harus terbengkalai karena operasi, jadi saya tidak bisa ikut ujian, saya harus mengulang semester dan itu terberat di hidup saya di Jerman. 

Apakah ada tips saat mencari pekerjaan di Jerman?

Atika: Sebenarnya nggak ada tips spesial, tapi yang jelas saat masa studi saya sudah cari kerja. Jadi dari saat master, sebelum lulus, saya sudah cari kerja untuk bisa jadi working student atau ya part time. Apa pun itu yang penting bisa menambah pengalaman saya dan kalau nanti saya selesai kuliah saya sudah bisa langsung ditawari kerja full time... karena jarang perusahaan yang mau menerima kita waktu belum ada pengalaman. Selain itu, harus juga pintar bagi waktu, ya karena waktu itu saya kerja magang dan kuliah juga. Waktu semester akhir pastinya lebih berat karena kamu harus menulis skripsi dan kerja harus tetap jalan.

Adrian: Menurut saya halangan yang paling besar adalah justru dari dalam diri sendiri, karena biasanya kita yang menghambat diri sendiri. Ah, kayaknya nggak bisa deh di perusahaan yang ini, ga usah di-apply deh. Kalau menurut saya pribadi, jangan menutup rezeki sendiri, mendingan daftar-daftar aja. Untuk menilai ini orang cocok atau tidak, itu 'kan tugas HR-nya, bukan tugas kita.

Dari pengalaman saya, waktu itu saya kirim sekitar 400 CV ke perusahaan-perusahaan untuk mendapatkan kerja full time setelah lulus bachelor di Jerman di Berlin. Dari 400 lamaran tersebut, yang menjawab itu sekitar 12. Terus yang mengajak interview itu mungkin sekitar 5. Jadinya, jangan menghambat lah ya, jangan menghambat rezeki sendiri. Daftar sebisa mungkin, sebanyak mungkin. Kalau memang rezeki pasti datang.

Dalam masa pencarian pekerjaan, sebenarnya 'kan kita tidak ada pekerjaan. Jadi pekerjaan utama kita adalah mencari kerja. Itu prinsip saya waktu saya masih jobless (menganggur) adalah kalau saya belum punya pekerjaan saya harus tanamkan kira-kira 8 jam untuk mencari kerja, menambah ilmu, membaca buku, nonton YouTube, atau menambah skill

Mendapatkan pekerjaan, apalagi full time, bukan perkara mudah di Jerman. Tantangan terberat saat mencari kerja di Jerman?

Adrian: Yang susah itu adalah saya merasa sedikit didiskriminasi dari segi bahasa karena tinggalnya belum terlalu lama di Jerman. Pada saat itu saya tinggal di Jerman mungkin sudah 6 tahun, tapi belum ada bukti bahwa ini orang level (bahasa) Jermannya seperti apa. Kalau sekadar mengirim CV, 'kan dia belum tahu level Jerman kita seperti apa. Jadi di situ tantangannya menurut saya.

Tinggal jauh dari orang tua dan kota kelahiran, bagaimana cara kalian saling membantu dan melengkapi kekurangan masing-masing?

Adrian: Nah kalau dia dulu waktu bantuin saya waktu zaman Studienkolleg, atau untuk preparatory college sebelum masuk universitas. Saya itu dulu tidak terlalu suka sama matematika dan fisika sedangkan itu tema lo banget 'kan? (menunjuk ke Atika). Di situ tuh saya lumayan gagal, nilainya jelek. Dia itu bantuin saya, ngajarin di mana sih cakepnya si matematika dan fisika ini. Ternyata itu tidak sesusah bayangan saya. Kalau konsepnya sudah dapat, mau diubah-ubah bagaimana pun tetap sama. Jadi dapatkan konsepnya, jangan dihafal.

Atika: Saya 'kan karena introvert jadi suka susah bicara depan umum. Public speaking, punya teman, bersosialisasi itu agak susah. Jadi dia (Adrian) membantu saya dari dulu, kenalin teman-teman dia ke saya, jadi saya punya banyak teman. Terus saya juga di kantor, kalau mau ada presentasi pasti minta dia dulu untuk evaluasi, ini bagus nggak atau ada yang harus diperbaiki. Dia banyak membantu saya supaya lebih percaya diri.

Peran didikan orang tua hingga Atika dan Adrian bisa terus akrab hingga dewasa?

Atika: Beda sih kalau kalau di bidang kerja, sama di rumah/private. Saya melihatnya yang ditanamkan orang tua itu adalah kita dari kecil selalu pergi ke mana-mana bareng, misalnya mudik selalu di dalam mobil bareng-bareng. Kalaupun ada Sabtu Minggu libur, pasti kita keluar kota bareng-bareng. Kadang tiba-tiba spontan, ayo ke mana, ke warung, ke desa, ke gunung, itu kita bareng-bareng. Itu sih yang bikin kita akrab sampai sekarang menurut saya.

Adrian: Sama ini sih... keseimbangan perlakuan orang tua ke kita. Jadi nggak ada tuh kisahnya anak laki nggak boleh di dapur. Lha, terus kalau misalnya saya tinggal di sini, siapa yang mau masak? Nggak ada ceritanya anak perempuan jangan terlalu pintar nanti laki-laki pada takut. Enggak ada cerita kayak gitu ya. Jadinya seimbang. Kita di dibesarkan sebagai individu, manusia, enggak ada laki-laki perempuan. Pokoknya semua skill harus bisa, yang laki yang cewek bisa masak, yang laki yang cewek bisa bongkar…

Atika: … bengkel, ganti roda, cuci mobil, jadinya semua hidup itu harus bisa hahaha. 

Terakhir, boleh kasih tips agar sukses di Jerman?

Atika: Untuk bekerja dan sukses di Jerman buat saya adalah bahwa kita itu sebagai warga negara asing harus bisa minimal setara kompetensinya dengan dengan mereka (warga Jerman). Jadi menurut saya kamu berkompetisi dengan diri kamu sendiri. Jadi berusaha lebih baik, lebih baik, dan lebih baik sampai setara dengan mereka, bahkan bisa lebih.

Adrian: Saya tidak bisa kasih tips karena tiap orang punya nasib yang berbeda-beda, dan kondisi yang berbeda-beda. Tapi apa yang bekerja buat saya adalah: kita harus tahu, diri kita itu siapa. Integritas itu penting. Yang kedua adalah, jangan lupa kamu datang dari mana. Kamu merepresentasikan siapa, keluarga kamu, negara kamu, itu jangan sampai lupa.

Atika: Saya tambahin ya. Jadi pintar itu bukan nomor satu, tapi daya juang. Karena banyak juga yang cuma pintar tapi tidak bisa bersosialisasi. Jadi daya juang dan sosialisasi. Berteman dengan siapa saja, karena kesempatan kamu nantinya ada di teman-teman itu.

Wawancara untuk DW Indonesia oleh Arti Ekawati dan Iman Baruna, dan telah diedit sesuai konteks. (ae/rs)

 

Daftarkan e-mail kamu untuk mendapatkan laporan eksklusif DW setiap hari Rabu

 

 

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait