1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Tiga Sayap Militer Papua Bersatu, TNI Anggap Angin Lalu

3 Juli 2019

Untuk pertama kalinya sayap militer dan organisasi politik pro kemerdekaan Papua bergabung di bawah satu atap. TNI menanggapi dingin manuver tersebut. Kemampuan ketiga organisasi bersenjata saat ini masih diragukan.

Indonesien Konflikt in Papua
Foto: picture-alliance/dpa/S. Paereng

Sejak awal pekan ini tiga kelompok bersenjata pro Papua merdeka menggabungkan diri di bawah satu payung bernama Tentara Papua Barat. Kesepakatan itu ditandai lewat Deklarasi Perbatasan Vanimo, tulis United Liberation Movement for West Papua (ULMWP), via situsnya.

Ketiga kelompok tersebut adalah Tentara Revolusi West Papua (TRWP), Tentara Nasional Papua Barat (TNPB) dan Tentara Pembebasan Nasiona Papua Barat (TPN.PB). Ketiga milisi kini akan beroperasi di bawah komando ULMWP pimpinan Benny Wenda.

Menurut ULMWP, deklarasi tersebut ditandatangani pada 1 Mei silam, tepat 56 tahun setelah Indonesia merebut Papua Barat pada 1963. Peleburan ketiga kelompok dianggap sebagai langkah penting menuju kemerdekaan Papua.

Baca juga: Separatis Papua Serahkan Petisi Kemerdekaan Dengan 1,8 Juta Tandatangan ke PBB

Penyatuan sayap militer pro kemerdekaan diharapkan bisa mengakhiri praktik muram penggunaan bocah sebagai serdadu. Bulan lalu Radio New Zealand (RNZ) mengungkap Tentara Nasional Papua Barat merekrut anak kecil sebagai kombatan dalam operasi bersenjata. Hal ini dilarang di bawah payung ULMWP, klaim jurubicaranya Jacob Rumbiak kepada RNZ.

Meski demikian klaim yang dipublikasikan ULMWP dibantah Organisasi Papua Merdeka dan TNPB pimpinan Jeffery Bomanak. Seperti dilansir The Guardian, kedua organisasi "menolak dan membantah klaim yang dibuat dalam pernyataan politik tentang penggabungan kekuatan militer."

"Harus ditekankan bahwa OPM TPN bukan bagian dari ULMWP," tulis Jeffrey dalam pernyataannya. Dia meminta ULMWP berhenti menggunakan nama OPM TPN untuk mendapat legitimasi politik di level internasional. Bomanak juga menuding ULMWP melakukan penipuan dan pemalsuan tandatangan.

Dia menuntut ULMWP melayangkan surat permintaan maaf secara terbuka.

Protes Jeffrey serupa dengan kesaksian editor Tabloid Jubi di Papua ,Victor Mambor. Kepada RNZ dia mengaku pertemuan ketiga kelompok bersenjata di Papua bulan lalu berakhir dengan gamang, lantaran sejumlah pihak terlihat "tidak senang," tuturnya.

Baca juga:Pakar PBB Kecam Pelanggaran HAM oleh TNI/Polri di Papua 

Sementara itu kabar penggabungan tiga kekuatan militer pro kemerdekaan Papua ditanggapi dingin di Jayapura. Kepala Penerangan Kodam XVII Cenderawasih Kolonel Inf Muhammad Aidi menilai manuver tersebut tidak mengubah kondisi keamanan di Papua. "Walaupun mereka sudah bergabung, mereka tidak akan berani berhadapan langsung dengan kekuatan NKRI, dalam hal ini TNI," kata dia saat dihubungi DW.

Menurutnya deklarasi penyatuan kekuatan militer oleh ULMWP hanya upaya untuk menarik simpati masyarakat. "Bagi kami itu tidak ada pengaruhnya," imbuh dia. "Di dalam pandangan kami, mereka adalah gerombolan pengacau keamanan." Meski demikian TNI tetap menurunkan pasukan untuk berjaga-jaga saat perayaan HUT Organisasi Papua Merdeka, 1 Juli 2019 silam.

Keraguan serupa diungkapkan pengamat Papua di Chiang Mai University, Thailand, Boby Anderson. Kepada The Guardian dia mengatakan Deklarasi Perbatasan Vanimo baru akan terbukti berhasil jika ULMWP mampu mengkoordinasikan operasi militer gabungan di Papua. "Secara pribadi saya meragukannya, Ketiga fraksi ini dipimpin para jendral yang terkenal tidak taat perintah," ujarnya.

rzn/hp (dari berbagai sumber)

 

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait